Senin, 27 Januari 2020

Murid Entot Ibu Guru

Murid Entot Ibu Guru

Situs poker- Kejadian ini tepatnya dikala saya masih duduk du tempat duduk SMA, Sedang sahabat kencanku yakni seorang guru seni lukis di SMA-ku yang masih terbilang baru dan masih lajang. Dikala itu umurku masih mengijak 17-18 tahun. Sedang guru lukisku itu yakni guru wanita paling muda, baru 25 tahun. Semula saya memanggilnya Bu Guru, layaknya seorang murid terhadap gurunya. Tetapi sejak kami akrab dan ia mengajariku making love, lama-lama saya memanggilnya dengan sebutan Mbak. Tepatnya, Mbak Yani. Berkeinginan tahu ceritanya?
Petang itu ada seorang si kecil kecil datang mencari ke rumah. Saya
dipinta datang ke rumah Mbak Yani, tetangga kampungku, untuk membetulkan jaringan listrik rumahnya yang rusak.

“Kencang ya, Mas. Telah ditunggu Mbak Yani,” ujar si kecil SD
tetangga Mbak Yani.

Agen Poker -Dalam hati, saya benar-benar girang. Alangkah tak, guru seni lukis
itu ternyata makin lengket denganku. Saya sendiri tidak tahu,
mengapa ia kerap kali meminta bantu untuk membetulkan perlengkapan
rumah tangganya. Dinasihatinya terang, sejak ia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di semak-semak hutan, Mbak Yani makin kerap kali mengajakku pergi. Dan petang ini ia memintaku datang ke rumahnya lagi.

Tanpa banyak pikir saya seketika berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Maklum, rumahnya terbilang cukup jauh, sekitar 5km dari rumahku. Sesampainya di rumah Mbak Yani, suasana sepi.
Keluarganya tampaknya sedang pergi.Betul, dikala saya mengetuk pintu, cuma Mbak Yani yang kelihatan.

“Ayo, cepet masuk. Seluruh keluargaku sedang pergi menghadiri acara hajatan saudar di luar kota,” sambut Mbak Yani sambil menggandeng tangganku.
Darahku mendesir dikala membuntuti langkah Mbak Yani. Alangkah tak, baju yang dikenakan luar awam sexy, cuma sejenis daster pendek sampai tonjolan payudara dan pahanya terasa menarik hati.
“Anu, Bud… Listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada
kabel yang konslet. Bantu betulin, ya… Kamu tidak keberatan
kan?” pinta Mbak Yani kemudian.
Tanpa banyak basa-basi Mbak Yani menggandengku masuk ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.
“Nah aku curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kamu
teliti ya. Nanti keburu mahrib.”
Saya cuma menuruti semua permintaannya. Sesudah merunutu
jaringan kabel, akibatnya saya memutusukan untuk memanjat atap kamar melewati ranjang. Tetapi saya tak tahu persis, kamar itu daerah tidur siapa. Dinasihatinya terang, saya benar-benar yakin itu bukan.

kamarnya bapak-ibunya. Parahnya, dikala saya menyusuri
kabel-kabel, saya belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian saya pindah ke kamar sebelah. saya juga tidak dapat menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, hingga akibatnya saya patut meneliti kamar tidur Mbak Yani sendiri, sebuah kamar yang dipenuhi dengan aneka lukisan sensual. Parahnya lagi, dikala hari sudah gelap, saya belum dapat menemukan kabel yang rusak. Walhasil, rumah Mbak Yani konsisten gelap sempurna. Dan saya cuma mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Yani.



Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero
kota. Tak-dapat tak, saya patut stop. Maunya saya mau
melanjutkan profesi itu satu hari setelah hari ini pagi.
“Wah, maaf Mbak saya tidak dapat menemukan kabel yang rusak. Ku pikir, kabel komponen puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi satu hari setelah hari ini saya patut bawa tangga khusus,” jelasku sambil melangkah keluar kamar.
“Yah, tidak apa-apa. Tetapi sorry yah. Saya…. merepotkanmu,”
balas Mbak Yanti.
“Itu es tehnya diminum dahulu.”

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua berakap-mampu
berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita keadaan sulit
pribadi yang kami tukar, termasuk hubunganku dengan Mbak Yani selama ini. Mbak Yani juga tak tertinggal menanyakan soal puisi cantik artikelnya yang ia kirimkan padaku via kado ulang tahunku sebagian bulan lalu.

Entah bagiamana mulanya, tahu-tahu nada percakapan kami
berubah mesra dan menjurus ke arah yang menggairahkan jiwa. Pun, Mbak Yani tidak segan-segan membelai wajahku, mengelu telingkau dan sebagianya. Tidak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan sampai memunculkan stimulus yang cukup berarti untukku. Apalagi sesudah dadaku merekat erat pada payudaranya yang berukuran tak seperti itu besar melainkan formatnya cantik dan pesat. Dan tidak ayal lagi, penisku bahkan mulai berdiri mengencang. Saya tidak sadar, bahwa saya telah terstimulus oleh guru sekolahku sendiri! Tetapi hawa nafsu libido yang mulai melandaku sepertinya menumbangkan logika sehatku. Mbak Yani sendiri juga tampaknya mempunyai pikiran yang sama saja. Dia tak henti-hentinya mengulumi bibirku dengan nafsunya.

Kesudahannya, nafsuku telah tidak tertahankan lagi. Sementara
bibirku dan Mbak Yani masih konsisten saling memagut, tanganku
mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan menawannya dada Mbak Yani yang masih berpakaian komplit. Dengan langsung kuremas-remas komponen tubuh yang peka hal yang demikian.
“Aaah… Budi… aah…” Mbak Yani mulai melenguh kenikmatan.

Bibirnya masih konsisten melahap bibirku.
Mengenal Mbak Yani tak menghalangiku, saya kian berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya kian menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar cantik nan kenyal milik guru sekolahku itu. Via kain blus yang dikenakan Mbak Yani kuusap-usap ujung payudaranya yang seperti itu menggiurkan itu. Tubuh Mbak Yani mulai bergerak menggelinjang.

“Uuuuhhh… Mbak…..” Saya mendesah ketika menikmati ada jamahan yang mendarat di selangkanganku. Penisku bahkan bertambah menegang dampak sentuhan tangan Mbak Yani ini, membuatku komponen selangkangan celana panjangku kelihatan seperti itu terlihat.
Mbak Yani juga merasakannya, membuatnya kian bernafsu
meremas-remas penisku itu dari balik celana panjangku. Nafsu
libido yang menggelora nampaknya kian menenggelamkan kami berdua, sehingga membikin kami melupakan relasi kami sebagai guru-murid.

“Aaauuhh… Bud… uuuh…..” Mbak Yani mendesis-desis dengan
desahannya sebab remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya stop, malahan kian merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang seperti itu menghebat.
Tanganku mulai membuka satu persatu kancing blus Mbak Yani dari yang paling atas sampai kancing terakhir. Lalu Mbak Yani sendiri yang menanggalkan blus yang dikenakannya itu. Saya terpana sesaat memperhatikan tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan seperti itu menawannya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Tapi saya langsung tersadar, bahwa panorama amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tak mau buang-membuang waktu, bibirku stop menciumi
bibir Mbak Yani dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan
kujilati leher tingkatan Mbak Yani, membuatnya
menggelinjal-gelinjal sambil merintih kecil. Sementara itu,
tanganku kuselipkan ke balik beha Mbak Yani sehingga
menungkupi semua permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras seperti itu menggelitik telapak tanganku. Seketika kuelus-elus puting susu yang cantik itu dengan telapak tanganku. Kepala Mbak Yani tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Mbak Yani yang seketika saja menjadi benar-benar keras. Memang baru kali ini saya menggeluti tubuh cantik seorang wanita. Tetapi memang insting kelelakianku membuatku seakan-akan telah trampil melaksanakannya.

“Iiiihh….. auuuhhh….. aaahhh…..” Mbak Yani tak bisa
membendung desahan-desahan nafsunya. Semua gelitikan
jari-jemariku yang dinikmati oleh payudara dan puting susunya
dengan bertubi-tubi, membikin nafsu libidonya kian
membulak-bulak.

Kupegang tali pengikat beha Mbak Yani lalu kuturunkan ke
bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah hingga ke perut Mbak Yani. Puting susu Mbak Yani yang telah seperti itu mengeras itu seketika mencelat dan mencuat dengan menawannya di depanku. Saya seketika saja melahap puting susu yang benar-benar menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Yani. Kuingat masa kecilku dahulu ketika masih menyusu pada payudara ibuku. Bedanya, tentu saja payudara guru sekolahku ini belum bisa mengeluarkan air susu. Mbak Yani menggeliat-geliat dampak rasa enak yang seperti itu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya tidak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang peka itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

“Oooh…. Buuuuuuuud” desahan Mbak Yani kian lama bertambah keras. Untung saja rumahnya sedang sepi dan lokasinya memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tak mungkin ada orang yang mendengarnya.
Belum puas dengan payudara dan puting susu Mbak Yani yang
sebelah kiri, yang telah berair berlumuran air liurku, mulutku
sekarang pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Karena yang kuperbuat pada belahan cantik sebelah kiri tadi, uperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat cantik itu tidak luput mendapatkan jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan mahirnya. Kukulum ujung payudara Mbak Yani. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Mbak Yani bahkan kian merintih-rintih sebab menikmati geli dan enak yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Padahal tengah minum soft drink dengan mengaplikasikan sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.

“Buuuddd….. Aaaahhhhh…..” Mbak Yani menjerit panjang.
Lidahku konsisten tidak henti-hentinya menjilati puting susu Mbak
Yani yang telah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku
mulai bergerak ke arah bawah. Kubuka retsleting celana jeans
yang Mbak Yani kenakan. Kemudian dengan sedikit dibantunya
sambil konsisten merem-melek, kutanggalkan celana jeans itu ke
bawah sampai ke mata kaki. Tubuh komponen bawah Mbak Yani
kini cuma dilindungi oleh selembar celana dalam dengan
bahan dan warna yang seragam dengan behanya. Disokong seperti itu, konsisten bisa kulihat warna kehitaman samar-samar di komponen selangkangannya.

Tidak oleh nafsu libido yang kian membumbung tinggi,
tanpa berdaya upaya panjang lagi, kulepas pula kain satu-satunya
yang masih menutupi tubuh Mbak Yani yang memang sintal itu.
Dan akibatnya tubuh mulus guru sekolahku itu bahkan terhampar
bugil di depanku, siap untuk kunikmati.

Tidak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir organ intim wanita Mbak Yani
di selangkangannya yang telah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis
kehitaman meski belum seperti itu banyak. Kutelusuri sekujur
permukaan bibir organ intim wanita itu secara melingkar berulang-ulang
dengan lembutnya. Tubuh Mbak Yani yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya kian membusung membumbung tinggi, yang masih konsisten dilahap oleh mulut dan bibirku dengan tanpa henti.

“Oooohhh….. Budddyyyy….. Iiiihhh….. Buuud…..!”
Jari tengahku itu stop pada gundukan daging kecil berwarna
kemerahan yang berlokasi di bibir organ intim wanita Mbak Yani yang mulai
dibasahi cairan-cairan jernih. Mula-mula kuusap-usap daging
kecil yang bernama klitoris ini dengan pelan-lahan.

Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan hal yang demikian kini telah menjadi gelitikan, malah tidak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan. Klitoris Mbak Yani yang bertambah merah dampak sentuhan jariku yang bagaikan telah profesional, membikin tubuh pemiliknya itu kian menggelinjal-gelinjal tidak tentu arahnya.
Dikala Mbak Yani yang kelihatan kian menstimulasi, saya menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akhirnya, klitoris Mbak Yani mulai membengkak. Sementara vaginanya bahkan kian dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat yang masih sempit itu.

Puas menjelajahi klitoris Mbak Yani, jari tengahku mulai
merangsek masuk pelan-lahan ke dalam organ intim wanita guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Dengan sulit payah memang, karena organ intim wanita Mbak Yani memang masih teramat sempit. Kemudian pelan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada ketika separo jariku telah amblas ke dalam organ intim wanita Mbak Yani, terasa ada hambatan. Padahal adanya selaput yang cukup lentur.

“Aiiihh… Bud…” Mbak Yani merintih kecil seraya meringis seperti membendung rasa sakit. Dikala itu juga, saya seketika sadar,
bahwa yang menghalangi penetrasi jari tengahku ke dalam organ intim wanita Mbak Yani yakni selaput daranya yang masih utuh. Seperti guru sekolahku satu-satunya itu masih perawan. Baru saya tahu, rupanya sebandel-jahilnya Mbak Yani, rupanya guru sekolahku itu masih kapabel memelihara kehormatannya. Saya sedikit salut padanya. Dan untuk menghargainya, saya menetapkan tak akan
melanjutkan perbuatanku itu.
“Bud….. Kok distop…..” tanya Mbak Yani dengan napas
terengah-engah.
“Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalo saya terusin kan Mbak
dapat…..”

Mbak Yani malahan menjulurkan tangannya menggapai
selangkanganku. Seluruh tangannya meraba ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya telah mengecil, sontak seketika bergerak mengeras kembali. Seperti sentuhan lembut tangannya itu sukses membuatku terstimulus kembali, membuatku tak bisa menyanggah apa saja lagi, malah saya seperti melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.
Dengan secepat kilat, Mbak Yani membatasi kolor celana pendekku itu, lalu dengan sigap pula celanaku itu dilucutinya sebatas lutut. Dinasihatinya tersisa cuma celana dalamku. Mata Mbak Yani kelihatan berbinar-binar menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku. Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, membikin penisku itu kian bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya kini telah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Seluruh ini dampak stimulus yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.
“Mbak….. saya buka dahulu ya,” tanyaku sambil menanggalkan
celana dalamku.

Penisku yang telah seperti itu tegangnya seperti meloncat keluar
seperti itu penutupnya terlepas.
“Aw!” Mbak Yani menjerit terkejut memperhatikan penisku yang seperti itu
membumbung dan siap tempur. Tetapi kemudian dia meraih penisku itu dan pelan-lahan dia menggosok-gosok batang ‘meriam’-ku itu, sehingga membikin otot-otot yang memutarinya bertambah terang terlihat dan batang penisku itu bahkan menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghambatnya. Kemudian Mbak Yani menarik penisku dan menuntunnya menuju selangkangannya sendiri. Saya penisku itu pas ke arah lubang vaginanya.
Sekilas, saya seperti sadar. Astaga! Mbak Yani kan guru
sekolahku sendiri! Karena jadinya nanti sekiranya saya hingga
menyetubuhinya? Karena kata orang-orang nanti mengenal saya
berkaitan seks dengan guru sekolahku sendiri?

Kesudahannya saya menetapkan tak akan mengerjakan penetrasi lebih jauh ke dalam organ intim wanita Mbak Yani. Kutempelkan ujung penisku ke bibir organ intim wanita Mbak Yani, lalu kuputar-putar memutari bibir gua hal yang demikian. Mbak Yani menggerinjal-gerinjal menikmati sensasi yang demikian hebatnya serta tak ada duanya di dunia ini.
“Aaahhh….. uuuhhhh…..” Mbak Yani mendesah-desah dengan
Yanirnya sewaktu saya sengaja menyentuhkan penisku pada
klitorisnya yang kemerahan dan sekarang kembali membengkak.
Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di
payudara Mbak Yani itu dengan puting susunya yang
menggairahkan. 

Friksi payudara guru sekolahku itu dan tempat sekitarnya berair kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang seperti itu menggila, sehingga kelihatan mengkilap.
Saya pelan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang organ intim wanita Mbak Yani. Sengaja saya tak berkeinginan seketika menusukkannya. Friksi sekiranya hingga kebablasan, bukan tak mungkin bisa mengoyak selaput daranya. Saya tak berkeinginan mengerjakan tindakan itu, karena bagaimanapun juga Mbak Yani yakni guru sekolahku, darah dagingku sendiri!

Mbak Yani mengejan dikala kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Sewaktu kaprah-kaprah penisku amblas hampir setengahnya, ujung “tonggak”-ku itu rupanya sudah terbendung oleh selaput dara Mbak Yani, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Seketika saja kutarik penisku pelan-lahan dari Yaning surgawi milik guru sekolahku itu. Malah-friksi yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong organ intim wanita Mbak Yani membuatku meringis-ringis membendung rasa enak yang yang tidak terhingga. Baru kali ini saya menikmati sensasi seperti ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam organ intim wanita Mbak Yani hingga sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi hingga hampir keluar seluruhnya.

Seluruh terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan
mengeluarkan separo batang penisku ke dalam organ intim wanita Mbak
Yani. Dan temponya bahkan kian lama kian kupercepat.
Malah-friksi batang penisku dengan Yaning organ intim wanita Mbak Yani kian menggila. Rasanya tak ada lagi di dunia ini yang bisa menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini.Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan selanjutnya,
disambung dengan kenikmatan berikutnya lagi, saling
susul-menyusul tanpa henti.

Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan
intensitas friksi-friksi yang terjadi di dalam organ intim wanita Mbak
Yani yang kian tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tak kesudahan, malah kian menjadi-jadi membikin saya dan Mbak Yani menjadi lupa semua-galanya. Saya bahkan melupakan seluruh komitmenku tadi.

Dalam suatu kali ketika penisku tengah menyodok organ intim wanita Mbak
Yani, saya tak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput
daranya seperti awam, melainkan malahan meneruskannya dengan cukup keras dan kencang, sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam organ intim wanita Mbak Yani. Vaginanya yang sungguh-sungguh sempit itu berdetak-detak menjepit batang penisku yang karam sepenuhnya.
“Aaaauuuuwwww…..” Mbak Yani menjerit cukup keras kesakitan.

Tapi saya tak menghiraukannya. Sebaliknya saya kian
bernafsu untuk memompa penisku itu kian dalam dan kian kencang lagi penetrasi di dalam organ intim wanita Mbak Yani. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tak membikin saya mengurungkan tindakan setanku. Pun genjotan penisku ke dalam lubang vaginanya kian menggila. Kurasakan, kian kencang saya memompa penisku, kian hebat pula friksi-friksi yang terjadi antara batang penisku itu dengan dinding organ intim wanita Mbak Yani, dan kian tiada tandingannya kenikmatan yang
kurasakan.

Hujaman-hujaman penisku ke dalam organ intim wanita Mbak Yani
terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Pun tambah lama bertambah tinggi temponya. Mbak Yani tak kapabel bertingkah apa-apa lagi selain cuma menjerit-jerit tak karuan.
Rupa-ternyata setan sudah merajai jiwa kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam tindakan yang tak selayaknya dilaksanakan oleh dua guru dan murid.
“Aaaah….. Budi….. aaahhh…..” Mbak Yani menjerit panjang.

Tampaknya dia telah seakan-akan terbang melayang hingga langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Tetapi mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu telah hampir menempuh orgasme. Tetapi saya tak mempedulikannya. Saya sendiri belum menikmati apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Mbak Yani kian membikin tikaman-tikaman penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila lagi. Mbak Yani bahkan bertambah keras jeritan-jeritannya. Pokoknya suasana ketika itu telah onar sekali. Semua ragam lenguhan, desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.
Kesudahannya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam
penisku. 
Tapi ini tak membuatku menghentikan penetrasiku pada organ intim wanita Mbak Yani. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tak kukurangi. Dan akibatnya sesudah rasanya saya tak kapabel membendung orgasmeku, kutarik penisku dari dalam organ intim wanita Mbak Yani secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tidak lama kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung penisku.  mengenai muka Mbak Yani. Ada pula yang mengenai payudara dan komponen tubuhnya yang lain. Pun celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Yani. Ditambah dengan darah yang mengalir dari dalam vaginanya, menggambarkan keperawanan guru sekolahku itu sukses direnggut olehku.

Dan akibatnya sebab kehabisan kekuatan, saya terterjang seperti itu saja ke atas sofa di samping Mbak Yani. Tubuh kami berdua telah bermandikan peluh dari ujung rambut ke ujung kaki. Saya cuma mengenakan kaus oblong saja, padahal Mbak Yani telanjang Bulat tanpa selembar benangpun yang Menutupi tubuhnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar