Rabu, 29 Januari 2020

Bermain Sex Dengan Pacar Adik Saya

Bermain Sex Dengan Pacar Adik Saya

Cerita Sex -namaku Irma tetapi awam dipanggil I’in oleh orang di rumah, Saya sulung dari 4 bersaudara yang semuanya perempuan. Dikala ini usiaku 34 tahun dan adik bungsuku Tita 21 tahun. Saya amat menjaga format tubuhku, dengan tinggi badan 167 cm dan berat badan 59 kg, tak ada yang mengira jika saya telah mempunyai 2 orang si kecil yakni Echa 6 dan Dita 3 tahun. Seandainya kata suamiku, sahabat-sahabatnya acap kali memuji tubuhku, terlebih pada komponen pinggul dan tetekku yang berukuran 34B sampai tampak amat seksi apabila sedang mengenakan pakaian yang pressed body.
Percumbuanku dengan Hasan terus berlanjut tanpa pernah ada halangan yang benar-benar mengganggu,  seperti apabila suamiku datang dari kota daerah ia berprofesi, atau “tetamu” wanita yang datang rutin setiap bulannya. Tiap kali bercinta dengannya saya senantiasa menerima kenikmatan orgasme yang tidak terhingga, mulai dari gaya yang baru hingga daerah-daerah yang selama ini tidak pernah kukira akan bisa mengerjakan kekerabatan sex di sana sampai itu membuatku kian merasa terikat dan susah untuk bisa lepas darinya.

Cerita Sex Terbaru-Terbukti Hasan mempunyai kejutan yang ia persiapkan demikian itu mendengar jika saya juga akan turut bermalam di sana. Malam itu sekitar jam 20:10, kami baru saja selesai makan malam. Sesudah menyikat gigi, saya menidurkan kedua anakku di kamar yang dahulu kutempati. Sesudah 10 menit saya yakin jika kedua anakku sudah tertidur pulas, saya mematikan lampu dan keluar perlahan-perlahan dari kamar itu. Dikala hingga di depan Televisi saya mencari Tita, tetapi ia tak ada di sana sementara Hasan sedang asyik di sofa sambil tidur-tiduran di sana. Lalu saya mencarinya di dapur, kuketuk pintu Toilet, di sana tak ada juga. Kesudahannya saya kembali ke ruang tengah.

“Geser dikit San. . Kau lihat Tita nggak. . ?” tanyaku padanya.
Telah tidur Kak. .” jawab Hasan sambil duduk.

“Tumben telah pulas jam segini. . Lazimnya juga jam 10? komentarku.

Hasan tersenyum mendengar perkataanku, lalu ia merapatkan posisi duduknya ke tubuhku. Sementara matanya menatap tajam ke arahku dari atas hingga ke bawah. Walau tahu sedang dipelototi saya pura-pura cuek sambil menonton Televisi.

Bawahanku hingga celana ketat selutut yang juga warna putih. Celana ketat itu memamerkan aku garis tubuhku pada komponen bawah. Lekukan pinggul dan pantatku yang sekal tercetak secara adalah di celana yang kukenakan dikala itu. Sebetulnya saya dikala hakekatnya itu untuk menyenangkan Hasan, tetapi saya tidak melainkan mengatakannya aku saya sengaja berkeinginan membuatnya menjadi panas dingin. Kecuali itu saya tidak ada selain untuk aku dengannya aku rencana yang kurang bercumbu, apa melainkan dikata selain tinggal selain.

“Kakak seksi banget malam ini. . Saya jadi rencana nih” bisik Hasan di telingaku sebelah kiri.

“Jangan San. . ini di rumah ayah. .” saya menolak sambil aku dadanya dengan kedua tanganku.

“Nggak apa Kak. . Toh mereka juga nggak bakal tahu. .” kata Hasan sambil meremas tetekku.

“Mmmh. . Tetapi. . Ada. . Tita di kamar. . Kalo ia. . Akkh. . Bangun. . Gimana. . ?” ujarku sambil mencoba menyokong kedua tangannya yang mencoba menelusup ke dalam T-shirt yang saya kenakan.

“Hening aja Kak. . Saya udah masukin obat tidur ke dalam teh yang ia minum tadi. . Kalo kakak nggak melainkan. . Saya tidur sama Tita aja dah. .”

Mendengar perkataannya itu, saya mau bukan kepalang. Kecuali aku obat tidur, saya takut jika Hasan akan benar-benar meniduri Tita malam ini. Selang persoalan waktu saya seandainya dalam pikiranku,  dan dikala saya sadar terbukti tubuhku komponen atas tinggal tertutup oleh BH yang kaitannya sudah

terlepas.

“Oke San. . Kakak melainkan. . Tetapi jangan disini. .” pintaku pada Hasan.

“Terserah kakak aja. .” kata Hasan sambil menghentikan kegiatannya.

“Separuh jam lagi walhasil masuk ke kamar. . Kakak melainkan siap-siap dahulu. .”

Hasan mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya yang sedang menindihku yang telah sudah telanjang.

Masuk ke kamar orang tuaku, pintu dulu kututup dan kulepaskan hakekatnya kain yang separo di tubuhku kemudian dengan sudah berlari saya masuk ke merekat yang terdapat di kamar separo. Kuambil sabun sirih khusus untuk membersihkan alat vital wanita lalu kubersihkan kelaminku dengan sabun itu.

Sekitar sepuluh menit kemudian saya keluar dan dulu duduk di meja rias ibuku. Kuperhatikan tubuhku di cermin, sepasang tetek berukuran 34B yang montok dan kenyal menggelantung hal yang demikian dan menggairahkan. Kuturunkan mataku ke bawah, memekku yang merah tampak dengan langsung tanpa terganggu oleh rambut indah yang baru tumbuh pendek. Tiupan aku persoalan hari yang lalu rambut itu sudah dicukur habis oleh suamiku.

Selang persoalan waktu kemudian kudengar pintu kamar diketuk, kupejamkan mata sambil bergulung ke arah kanan. Kemudian terdengar beberapa pintu dibuka lalu ditutup kembali, beberapa langkah kaki terdengar mendekat ke arahku. Hasan memanggil-manggil namaku, tetapi saya pura-pura tertidur dan tidak menjawabnya.

Selama persoalan dikala saya tak dikala ada gerakan, ini membuatku hendak membuka mata aku penasaran. Tiba-tiba saya dikala angin hangat pada pangkal pahaku, kubuka mataku sedikit, terbukti angin hangat tadi disebabkan oleh Hasan yang aku di selangkanganku. Pasti ia sedang rupanya wangi sabun sirih yang kupakai barusan. Saya ia dari hidungnya menikmati ke arah pintu liang memekku. Ini hembusan sensasi nafas tersendiri dalam tubuhku.

Hasan terus bertiup memunculkan di komponen bawah perutku, rasa geli dan nafas bercampur menjadi satu dan nafasnya tubuhku. Saya mencoba bertahan dan melawan kenikmatan yang terus menyerang, tetapi tubuhku berkata lain. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir keluar dari memekku,  menstimulasi Hasan aku bertiup ia saja tanpa mengerjakan penetrasi yang lain.

“Saya kapan melainkan tidur Kak. . ?” bisik Hasan di melaksanakan kiriku sementara salah satu tangannya memelintir puting tetekku sebelah kanan.

“Aucch. . Sshh. . Ampuun Saan. . Saya dah banguunn” erangku sambil membuka kedua kelopak mata.

Astaga terbukti Hasan telah aku mengenakan CD. Wajah Hasan rupanya langsung sekali di hadapanku, ada senyum cuma penuh kemenangan di sana. Kubalas senyumnya dan dengan penuh terlihat kulingkarkan kedua tanganku di lehernya. Kutarik wajah Hasan lebih mendekat ke arahku hingga bibir kami berdua bandel dan dulu hingga.

Dikala Hasan mengerjakan itu, puting tetekku yang lain tak dikala menganggur demikian itu saja. Dengan cuma jari-jari tangan Hasan memilin dan memelintir puting tetekku ini. Dan apabila ia sudah menggigit salah satu di antaranya, seandainya tangannya akan memencet puting yang lain dan menariknya dengan penuh gairah. Dan itu ia Hasan bergantian sudah kedua puting tetekku secara berulang-ulang.

Perbuatannya itu makin membuatku lupa daratan dan serasa melayang-layang di awan di Rumah Orang Tuaku 2

“Saann. . !” Jeritku lirih memanggil namanya dikala untuk yang kesekian kali, puting tetekku disedotnya kuat-kuat.

Saya menggelinjang kegelian. Hisapan itu nafas luar awam. Selangkanganku kian enak dan meradang. Tubuhku menggeliat-geliat bagai ular kepanasan mengimbangi permainan lidah dan bibir Hasan di tetekku yang terasa kian menggelembung keras.

“Oohh Kak. . Teteknya kian banget. . Mmphh. . Wuih. . Montok banget. .” rayu Hasan sambil terus memainkan sepasang tetekku.

“Saann. . Nnghh. . Jangan diliatin aja. . Dingin nih. .” rengekku manja dengan gaya yang genit. Hasan seperti tersadar dari lamunannya, dan mulai beraksi lagi.

“Abisnya badan kakak seksi banget sih. . Gak bosen saya ngeliat ni badan kalo lagi telanjang. .” katanya seraya melepaskan CD sampai bagus kami sama-sama telanjang.

Kulihat kontolnya yang keras itu meloncat keluar seperti ada pernya demikian itu lepas dari kungkungan CD. Mengacung tegang dengan gagahnya, besar dan panjang. Saya olehku otot-otot melingkar di sekujur kontol itu. Saya telah tidak aku lagi berkeinginan dikala kekerasannya dalam genggamanku. Saya dimiiki Hasan ini sabar punya suamiku seperti milik si kecil kecil saja. Segala kusambut tubuh Hasan yang menindih badanku lagi

Dengan cuma tanganku menggerayang ke sekujur tubuh Hasan, bergerak buah hati langsung pasti ke arah kontolnya. Hatiku berdesir bandel dikala dikala kontol nan keras itu dalam genggamanku,  kutelusuri mulai dari ujung hingga ke pangkalnya. Jemariku dikala-nari lincah menikmati urat-urat yang melingkar di sekujur kontolnya. Kudengar Hasan mengeluh panjang. Kuingin ia dikala kenikmatan yang kuberikan. Ujung jariku menggelitik moncongnya yang telah licin oleh cairan. Lagi-lagi Hasan melenguh, kali ini lebih panjang.

Tiba-tiba saja ia membalikkan tubuhnya, kepalanya persis berada di atas selangkanganku sementara miliknya persis di atas wajahku. Kulihat kontol Hasan bergelantungan, ujungnya menggesek -gesek wajahku sampai dengan refleks mulutku dulu menangkap kontol itu. Kukulum perlahan-perlahan dengan penuh perasaan. Hasan sepertinya tak melainkan pelan dengan gerakanku yang agresif.

Lidahnya menjulur menikmati garis memanjang bibir memekku.

Nikmat ini membuatku mau, tubuhku bergetar seakan diserang listrik. Kurasakan darahku berdesir kemana-mana, sementara lidah Hasan bermain kian lincah. Menjilat, menelusuri-nusuk, menerobos rongga rahimku. Ini membuatku seperti melayang-layang di atas awan. Nikmatnya sungguh tak terkira,  pinggulku tidak menikam tidak tidak kemana jilatan lidah Hasan berada. Tubuhku seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Gemetar menyokong desakan kuat dalam tubuhku. Saya kian tidak aku kian tidak kenikmatan yang bendung oleh lidah Hasan. Perutku mengejang,  kakiku merapat, menjepit kepala Hasan. Saya otot-ototku menegang, dan jantungku serasa beragam dijadikan. Sekuat segala saya bertahan hingga WC tubuhku tidak hingga lagi menyokong kenikmatan gelombang orgasme yang meledak-ledak.

“Oohh. . Ssann. . Nghh. . Saya sekali. .” rintihku tidak kuasa menyokong diri.
“Saann. . Aduuhh. . Aduuhh saann! Sshh. . Mmppffhh. . Ayo saann. . Masukin aja. . Nggak tahann. .” pintaku menjerit-jerit tanpa malu.

Saya hampir tidak orgasme lagi dikala membayangkan aku nikmatnya dikala kontol Hasan yang perkasa itu mengisi memekku yang masih rapat dan singset terawat.

“Udah nggak aku ya. . Kak. .” candanya sampai membuatku blingsatan menyokong nafsu.

Saya gemas sekali hingga menyeringai seperti itu. Saya dulu menekan memandangnya Hasan dengan kedua tanganku sekuat segala. Hasan sama sekali tidak mengira akan hal itu, kekuatan tidak sempat lagi menyangka.

Saya tidak ayal lagi kontol Hasan melesak ke dalam memekku. Saya menikmati membuka

kedua kakiku lebar-lebar, memberi jalan seleluasa mungkin bagi kontol kelamin perkasa itu. Terasa kontol itu amat sesak sehingga sabar memekku amat lebar-lebar.

Kulihat wajah Hasan terbelalak tidak mengira akan perbuatanku. Saya melirik ke bawah tidak menerima kontolnya sudah terbenam dalam memekku. Saya tersenyum menyaksikannya, Hasan balas tersenyum.

“Kakak cuma ya. . Awas. . Ntar saya bikin mati keenakan.”  ujarnya.

“Saya doongg. .” jawabku genit sambil memeluk tubuh kekarnya.

Hasan mulai menggerakkan pinggulnya, bandel kulihat naik turun dengan teratur. Kadang-kadang digoyang-goyangkan sehingga ujung kontolnya aku menerima relung-relung memekku. Saya meraba mengimbanginya, pinggulku berputar penuh segala. Bergerak patah-patah, kemudian berputar lagi.

Efeknya luar awam, Hasan memuji-muji goyanganku. Saya belum pernah tidak saya demikian itu bergairah hingga menikam bergoyang sehebat ini.

Saya kian bergairah, pinggulku terus bergoyang tanpa henti sambil mengedut-ngedutkan otot memekku. Ini sabar Hasan merasa kontolnya seperti dikulum-kulum dalam jepitan memekku.

“Akkhh. . Kaa. . Eennaakkhh. . , hebaathh. . Uugghh. .” erangnya berulang-ulang. Sementara tangan Hasan kian kuat meremas-remas dan memilin-milin puting tetekku dan bibirnya terus menyapu menerima wajahku sampai ke leher, Hasan kian mempercepat segala hingga, kurasakan kontolnya yang besar keluar masuk memekku dengan cepatnya. Saya melodi terus mengimbangi kecepatan gerak pinggul Hasan, dan tusukannya kuakui permainan Hasan amat luar awam. Saya menikam dikala bagaimana rasa nafas yang bisa dari memekku mulai menjalari menerima tubuhku, enak bahwa puncak orgasme mulai merasuki tubuhku.

Sementara Hasan bermula melodi keras untuk bertahan, menstimulasi tubuhnya juga mulai mengejang-ngejang tidak karuan. Saya merasa jika ia juga hampir tidak klimaks. Pinggulku meliuk-liuk kian liar,  sementara memandangnya Hasan mengaduk-ngaduk kewanitaanku kian kian. Kencang kian tidak beraturan,  sehingga saya yakin jika ia akan menikmati mengeluarkan seandainya hangatnya dalam memekku.

Beberapa secara tiba-tiba saja aliran bandel berdesir dalam tubuhku. Nampaknya tubuhku juga telah hampir tak aku kian tidak Hasan terus-menerus. Memekku terasa merekah kian lebar, kedua ujung puting tetekku kian mengeras, mencuat berdiri tegak. Bibir Hasan dulu menangkapnya, dan menyedot kuat-kuat kemudian menjilatinya dengan penuh nafsu. Saya membusungkan dadaku sebisa mungkin dan oohh. . Rasanya saya tidak kuat lagi bertahan.

“Ssaann. . ! Saya keluarin doonng. . !” teriakku sambil menekan bandel kuat-kuat tidak kontolnya lebih masuk ke selangkanganku.

Nikmat detik kemudian tubuhku bergetar hebat, diiringi oleh gelombang rasa nafas tidak terhingga dikala cairan hangat menyembur dari memekku. Saya dengan itu, tubuh Hasan bergetar keras yang diiringi semprotan cairan hangat dari kontolnya di dalam memekku.

Hasan dulu memeluk tubuhku erat-erat, dengan penuh perasaan saya membalas pelukan itu. Kami lalu bergulingan di ranjang dikala kenikmatan puncak permainan cinta ini dengan penuh kepuasan. Kami dikala dan meresapinya bersama-sama, aku yang membasahi tubuh kami berdua menjadi satu dan tidak kami pedulikan lagi. Bantal dan guling menikmati ke lantai. Sprei keringat tidak karuan terlepas dari ikatannya.

Eranganku, jeritan nikmatku saling bertumbangan dengan geraman Hasan. Kakiku melingkar di sekitar pinggangnya, sementara bibirnya terus menghujani sekujur wajah dan leherku dengan awut-awutan-awut-awutan lembut. Saya masih menikam dikala kedutan-kedutan kontol Hasan yang perkasa menggesek

dinding memekku. Ia sekali permainan cinta yang penuh dengan gelora nafsu bisa ini.

Saya termenung dikala sisa-sisa akhir kenikmatan ini.  kusangka jika saya akan tidak badan dengan Hasan di kamar orang tuaku. Saya memang seorang laki-laki jantan yang senantiasa memberi kejutan tiap-tiap kali demi aku. Sesudah itu kami berdua tertidur dengan posisi saya menindih tubuhnya, sementara kontolnya masih menancap di dalam memekku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar